dari pada Kurikulum yang selalu berubah-ubah dengan membandingan semua Kurikulum (kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, 2006)
- A. Perbedaan KTSP dengan KBK
Perbedaan KBK dengan KTSP: (Sumber [1])
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdiknas 2002) memiliki karakteristik sebagai berikut:
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Depdiknas 2002) memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Pencapaian kompetensi siswa (individual/klasikal)
- Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
- Penyampaian pembelajaran dengan pendekatan dan metode bervariasi
- Sumber belajar guru dan sumber lainnya yang memenuhi unsur edukatif
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar (penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi)
- Menggunakan sistem sentralisasil penuh dari pusat
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
- ü Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan
- ü Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
- ü KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
- ü KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
- ü KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Kedua kurikulum tersebut sama-sama mempunyai tujuan
yang baik untuk memajukan pendidikan Indonesia. Akan tetapi dari sisi sistem
dan proses pelaksanannya di lapanagan menganggap dan berpendapat bahwa
Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan lebih baik untuk di terapkan di Indonesia.
Sistem dan proses yang digunakan oleh KTSP adalah sistem desentralisasi
atau otonomi pendidikan dimana setiap sekolah-sekolah di seluruh indonesia
diberi kebebasan untuk mengembangkan dan menyusun sendiri muatan-muatan mata
pelajaran dan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
masing-masing setiap sekolah.
Dengan demikian KTSP menekankan pada proses kontekstual dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan serta dunia kerja. Bila dibandingkan dengan KBK dimana sistem yang diterapkan oleh KBK adalah sistem sentralisasi yang semua perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran disusun dan dilaksanakan semuanya berdasarkan ketentuan dari pusat, tanpa mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan sekolah serta siswa di lapangan.
Dengan demikian KTSP menekankan pada proses kontekstual dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan lingkungan serta dunia kerja. Bila dibandingkan dengan KBK dimana sistem yang diterapkan oleh KBK adalah sistem sentralisasi yang semua perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran disusun dan dilaksanakan semuanya berdasarkan ketentuan dari pusat, tanpa mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan sekolah serta siswa di lapangan.
Persamaan KBK dan KTSP:
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang bertujuan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Akan tetapi baik KBK maupun KTSP memilki tujuan yang sama terhadap kemajuan dunia pendidikan di indonesia yaitu sama-sama bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia indonesia yang berkompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsa, berbudi pengerti yang luhur, serta bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang bertujuan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Akan tetapi baik KBK maupun KTSP memilki tujuan yang sama terhadap kemajuan dunia pendidikan di indonesia yaitu sama-sama bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia indonesia yang berkompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsa, berbudi pengerti yang luhur, serta bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Istilah kurikulum tingkat satuan pelajaran (KTSP)
tidak dibarengi dengan sosialisasi istilah-istilah kunci yang jelas mengenai
apakah KTSP itu berarti suatu model kurikulum, model pengembangan kurikulum,
atau model pengelolaan pengembangan kurikulum. Ketidak jelasan istilah yang
dikeluarkan pemegang kebijakan ini menyebabkan struktur bawahannya, para
pengaman kebijakan, mengeluarkan sejumlah pernyataan-pernyataan yang tidak pas
dengan realita yang ada (disagreement with facts). Muncullah
perbandingan-perbandingan antara model kurikulum berbasis kompetensi dan
“model” KTSP.
Model kurikulum berbasis kompetensi harus dibedakan secara tegas dengan “model” KTSP tanpa melihat sifat dasar dari keduanya. Bahkan pernah muncul dalam awal-awal sosialisasi KTSP analisis kelemahan model KBK dan keunggulan model KTSP. Selanjutnya, pada tataran pelaksana kebijakan anggapan yang muncul adalah kurikulum baru sudahdatang dan
kurikulum saat itu harus dibuang karena berbasis kompetensi. Mereka kemudian menunggu kurikulum “model” KTSP tersebut (mismanagement), dan sambil menunggu, mereka kembali kepada kebiasaan kerja yang nyaman bagi mereka (arbitrary). Karena yang ditunggu tidak kunjung datang, mereka pun menjadi ragu tentang apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang-orang yang memiliki posisi pelaksana. Inilah contoh kecil dampak buruk dari pengabaian para pemegang kebijakan terhadap penggunaan istilah-istilah yang ada dalam kebijakan yang mereka keluarkan. Berkenaan dengan persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan istilah di atas, satu pertanyaan muncul. Apa benar model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat dibandingkan dengan KTSP? Jika melihat sifat dasar/hakikat model KBK dan “model” KTSP, perbandingan seperti ini sama halnya dengan membandingkan batang pohon dengan pohon lengkap yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah; atau membandingkan kerangka manusia dengan manusia hidup yang utuh. Jadi, antara model KBK dan “model” KTSP itu tidak bisa dibandingkan karena memang tidak sebanding.
Model kurikulum berbasis kompetensi harus dibedakan secara tegas dengan “model” KTSP tanpa melihat sifat dasar dari keduanya. Bahkan pernah muncul dalam awal-awal sosialisasi KTSP analisis kelemahan model KBK dan keunggulan model KTSP. Selanjutnya, pada tataran pelaksana kebijakan anggapan yang muncul adalah kurikulum baru sudahdatang dan
kurikulum saat itu harus dibuang karena berbasis kompetensi. Mereka kemudian menunggu kurikulum “model” KTSP tersebut (mismanagement), dan sambil menunggu, mereka kembali kepada kebiasaan kerja yang nyaman bagi mereka (arbitrary). Karena yang ditunggu tidak kunjung datang, mereka pun menjadi ragu tentang apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajibannya sebagai orang-orang yang memiliki posisi pelaksana. Inilah contoh kecil dampak buruk dari pengabaian para pemegang kebijakan terhadap penggunaan istilah-istilah yang ada dalam kebijakan yang mereka keluarkan. Berkenaan dengan persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan istilah di atas, satu pertanyaan muncul. Apa benar model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat dibandingkan dengan KTSP? Jika melihat sifat dasar/hakikat model KBK dan “model” KTSP, perbandingan seperti ini sama halnya dengan membandingkan batang pohon dengan pohon lengkap yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah; atau membandingkan kerangka manusia dengan manusia hidup yang utuh. Jadi, antara model KBK dan “model” KTSP itu tidak bisa dibandingkan karena memang tidak sebanding.
Model KBK adalah salah satu model kurikulum dari sekian model
yang ada (subjek akademik, rekonstruksi sosial, humanistik, dll.), sementara
KTSP bukan model kurikulum melainkan hal yang lebih luas lagi. Hal ini senada
dengan pernyataan pakar kurikulum Prof. Nana S. Sukmadinata dalam sebuah
seminar nasional (12 Mei 2007) di UPI bahwa KTSP bukanlah model kurikulum
seperti halnya KBK, melainkan :
1) model pengembangan kurikulum, dan
2) model pengelolaan/manajemen pengembangan kurikulum.
KTSP adalah pengembangan kurikulum berbasis sekolah (PKBS) yang
di Australia dikenal dengan school based curriculum development (SBCD).
Pengembangan kurikulum di sini mencakup kegiatan merencanakan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi kurikulum. Dalam KTSP dapat digunakan
model-model kurikulum, seperti, KBK, subjek akademik, humanistik, rekonstruksi
sosial, dan lain sebagainya. Namun, dalam tataran praktis karena tuntutan
pencapaian standar kompetensi, yakni, siswa harus menguasai sejumlah kompetensi
manakala mereka menamatkan pendidikan dalam satuan pendidikan, penggunaan model
kurikulum yang mendasarkan pada pencapaian kompetensi (KBK) tidak dapat
dielakkan.
KTSP juga merupakan model manajemen pengembangan
kurikulum yang arahannya memberdayakan berbagai unsur manajemen (manusia, uang,
metode, peralatan, bahan, dan lain-lain) untuk tercapainya tujuan-tujuan
pengembangan kurikulum. Jika konsisten dengan namanya, KTSP bersifat
desentralistik. Namun demikian, manakala kita melihat kerangka dasar dan
struktur kurikulum, standar kompetensi, dan pengendalian serta evaluasi
kurikulum yang masih tampak dominasi pemerintah pusat, maka pengelolaan KTSP
tampaknya berada di antara sentralistik dan desentralistik, yakni
dekonsentratif. Jadi, yang dimaksud dengan KTSP adalah suatu model pengembangan
kurikulum berbasis sekolah dan model manajemen pengembangan kurikulum berbasis
sekolah. KTSP sama sekali bukan model kurikulum, namun demikian model
pengembangan kurikulum ini dapat menggunakan model-model kurikulum yang ada.
- B. Esensi dari pada Kurikulum yang selalu berubah-ubah dengan membandingan semua Kurikulum (kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, 2006)
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi
keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit
untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah
pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan
kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan
dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal.
Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa
perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan
global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya .
Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem
pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan
masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
Perubahan kurikulum yang terjadi di indonesia dewasa
ini salah satu diantaranya adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu
tidak tetap. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilainya dipengaruhi oleh
kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana secara
menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh
ekonomi, politik, dan kebudayaan. Sehingga dengan adanya perubahan kurikulum
itu, pada gilirannya berdampak pada kemajuan bangsa dan negara. Kurikulum
pendidikan harus berubah tapi diiringi juga dengan perubahan dari seluruh
masyarakat pendidikan di Indonesia yang harus mengikuti perubahan tersebut,
karena kurikulum itu bersifat dinamis bukan stasis, kalau kurikulum bersifat
statis maka itulah yang merupakan kurikulum yang tidak baik.
A. Perubahan Kurikulum
Menurut soetopo dan soemanto (1991: 38), pengertian
perubahan kurikulum agak sukar untuk dirumuskan dalam suatu devinisi. Suatu
kurikulum disebut mengalami perubahan bila terdapat adanya perbedaan dalam satu
atau lebih komponen kurikulum antara dua periode tertentu, yang disebabkan oleh
adanya usaha yang disengaja.
Sedangkan menurut nasution (2009:252), perubahan
kurikulum mengenai tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan
itu . Mengubah kurikulum sering berarti turut mengubah manusia, yaitu guru,
pembina pendidikan, dan mereka-mereka yang mengasuh pendidikan. Itu sebab
perubahan kurikulum dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change.
Perubahan kurikulum juga disebut pembaharuan atau inovasi kurikulum.
Mengenai makna perubahan kurikulum, bila kita bicara
tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum
digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan
guru sebagai pegangan dalam proses belajar mengajar. Kurikulum dapat juga
dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan
sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan. Kurikulum dapat
juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu
tertentu dan perlu di revisi secara berkala agar tetap relevan dengan
perkembangan zaman. Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang
dalam kenyataan terjadi dengan murid didalam kelas. Kurikulum dalam arti ini
tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya dirrencanakan, karena
dalam interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang
tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya
menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang
sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita,
nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat
erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Kurikulum yang formal mengubah pedoman kurikulum,
relatif lebih terbatas dari pada kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil bukan
sekedar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas ,
ruang olahraga, warung sekolah, tempat bermain, karya wisata , dan banyak
kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang
bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan
dengan demikian lebih pelik , sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum
disini berarti mengubah semua yang terlibat didalamnya, yaitu guru sendiri,
murid , kepala sekolah, penilik sekolah juga orang tua dan masyarakat umumnya
yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan, bahwa
perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, curriculum change is social
change.
B. Jenis-Jenis Perubahan
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:39-40), Perubahan
kurikulum dapat bersifat sebagian-sebagian , tapi dapat pula bersifat
menyeluruh.
a. Perubahan sebagian-sebagian
Perubahan yang terjadi hanya pada komponen (unsur)
tentu saja dari kurikulum kita sebut perubahan yang sebagian-sebagian.
Perubahan dalam metode mengajar saja, perubahan dalam itu saja, atau perubahan
dalam sistem penilaian saja, adalah merupakan contoh dari perubahan
sebagian-sebagian.
Dalam perubahan sebagian-sebagian ini, dapat terjadi
bahwa perubahan yang berlangsung pada komponen tertentu sama sekali tidak
berpengaruh terhadap komponen yang lain. Sebagai contoh, penambahan satu atau
lebih bidang studi kedalam suatu kurikulum dapat saja terjadi tanpa membawa
perubahan dalam cara (metode) mengajar atau sistem penilaian dalam kurikulum
tersebut. Ubahan
b. Perubahan menyeluruh
Disamping secara sebagian-sebagian, perubahan suatu
kurikulum dapat saja terjadi secara menyeluruh . artinya keseluruhan sistem
dari kurikulum tersebut mengalami perubahan mana tergambar baik didalam
tujuannya, isinya organisasi dan strategi dan pelaksanaannya.
Perubahan dari kurikulum1968 menjadi kurikulum 1975
dan 1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara menyeluruh. Demikian pula
kegiatan pengembangan kurikulum sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha
perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan 1976 misalnya
, pengembangan , tujuan, isi, organisasi dan strategi pelaksanaan yang baru dan
dalam banyak hal berbeda dari kurikulum sebelumnya.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan kurikulum
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:40-41), ada
sejumlah faktor yang dipandang mendorong terjadinya perubahan kurikulum pada
berbagai Negara dewasa ini.
Pertama, bebasnya sejumlah wilayah tertentu di dunia
ini dari kekuasaan kaum kolonialis. Dengan merdekanya Negara-negara tersebut,
mereka menyadari bahwa selama ini mereka telah dibina dalam suatu sistem
pendidikan yang sudah tidak sesuai lagi dengan cita-cita nasional merdeka.
Untuk itu , mereka mulai merencanakan adanya perubahan yang cukup penting di
dalam kurikulum dan sistem pendidikan yang ada.
Kedua, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pesat sekali. Di satu pihak , perkembangan dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan yang diajarkan di sekolah menghasilkan diketemukannya teori-teori
yang lama . Di lain pihak, perkembangan di dalam ilmu pengetahuan psikologi,
komunikasi, dan lain-lainnya menimbulkan diketemukannya teori dan cara-cara
baru di dalam proses belajar mengajar. Kedua perkembangan di atas , dengan
sendirinya mendorong timbulnya perubahan dalam isi maupun strategi pelaksanaan
kurikulum.
Ketiga, pertumbuhan yang pesat dari penduduk dunia .
dengan bertambahnya penduduk, maka makin bertambah pula jumlah orang yang
membutuhkan pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa cara atau pendekatan yang
telah digunakan selama ini dalam pendidikan perlu ditinjau kembali dan kalau
perlu diubah agar dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan yang semakin besar.
Ketiga faktor di atas itulah yang secara umum banyak mempengaruhi timbulnya
perubahan kurikulum yang kita alami dewasa ini.
D. Sebab-Sebab Kurikulum Itu Diubah
Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi
oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan
pendidikan dapat berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari
negara yang dijajah menjadi Negara yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum
pun harus mengalami perubahan yang menyeluruh.
Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan
mengalami pergeseran. Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan
progresif di USA tekanan kurikulum adalah pada anak, sehingga kurikulum
mengarah kepada child-centered curriculum sebagai reaksi terhadap
subject-centered curriculum yang dianggap terlalu bersifat adult dan
society-centered. Pada tahun 40-an , sebagai akibat perang, asas masyarakatlah
yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih society-centered. Pada tahun 50-an dan
60-an, sebagai akibat sputnik yang menyadarkan Amerika Serikat akan ketinggalan
dalam ilmu pengetahuan, para pendidik lebih cenderung kepada kurikulum yang
discipline-centered, yang mirip kepada subject-centered curriculum. Tampaknya
seakan-akan orang kembali lagi kepada titik semula. Akan tetapi, lebih tepat,
bila kita katakan, bahwa perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak sebagai
lingkaran, jadi kita tidak kembali kepada yang lama, tetapi pada suatu titik di
atas yang lama.
Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat
pendirian baru mengenai proses belajar, sehingga timbul bentuk-bentuk kurikulum
seperti activity atau experience curriculum, programmed instruction, pengajaran
modul, dan sebagainya.
Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan
dan lain-lain mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu
menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini
akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum , betapapun relevannya pada
suatu saat.
Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal
biasa. Malahan mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan
demikian fungsi kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu asas akan
memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum itu.
E. Kesulitan-Kesulitan Dalam Perubahan Kurikulum
Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar
menerima pembaharuan. Ide yang baru tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar
75 tahun sebelum dipraktikan secara umum di sekolah-sekolah.
Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru
termasuk golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang
lama secara rutin. Ada kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah
dilakukan. Mengadakan pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih
banyak. Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan.
Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau
wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan administrative.
Guru itu hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.
Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh
yang mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaharuan yang
telah dimulainya itu.
Dalam pembaharuan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan
ide-ide baru lebih “mudah” daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun
telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam
penyebarluasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin
memerlukan perubahan struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.
Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya
yang lebih banyak untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak
selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang
ingin berpegang pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan
yang baru sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan
kurikulum adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar
mode yang timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.
F. Strategi kepemimpinan Dalam Perubahan Kurikulum
Strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk
mencapai tujuan , dalam hal ini perubahan kurikulum. Untuk mengubah kurikulum
dapat diikuti strategi yang berikut :
a. Mengubah seluruh sistem pendidikan yang hanya dapat
dilakukan oleh pusat yakni Depdikbud karena mempunyai wewenang penuh untuk
mengadakan perubahan kurikulum secara total. Perubahan ini menyeluruh dan
dijalankan secara uniform di seluruh Negara. Usaha besar-besaran ini hanya
dapat dikoordinasi oleh pusat dengan memberikan pernyataan kebijaksanaan,
petunjuk-petunjuk pelaksanaan dan buku pedoman. Strategi ini sangat ekonomis
mengenai waktu dan tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum secara uniform
dan menyeluruh.
b. Mengubah kurikulum tingkat lokal
Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di
mana guru dan murid berada, yakni sekolah dan dalam kelas. Di sinilah dihadapi
masalah kurikulum yang sesungguhnya . Di sinilah dihadapi masalah kurikulum
yang sesungguhnya . Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik
kertas. Dalam menghadapi anak, mau tak mau setiap guru akan menghadapi masalah
yang harus diatasinya. Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas terhadap murid yang
berbeda-beda, tak dapat tiada guru harus mengadakan penyesuaian. Bagaimanapun
ketatnya perincian kurikulum , guru selalu mendapat kesempatan untuk mencobakan
pikirannya sendiri. Pedoman kurikulum hanya dapat dijiwai oleh guru dan pribadi
guru terjalin erat dengan cara ia melaksanakan kurikulum itu. Kelaslah yang
menjadi garis depan perubahan dan perbaikan kurikulum.
Dibawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat
seluruh staf, atau setiap tingkatan atau bidang studi. Rapat-rapat mengenai
perbaikan kurikulum sebaiknya dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya
tidak diperoleh sekaligus. Perbaikan sesungguhnya akan terjadi bila guru
sendiri menyadari kekurangannya, ada kalanya atas pemikirannya sendiri, atau
interaksinya dengan siswa dan dalam diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha
perbaikan yang dijalankan oleh guru-guru memerlukan kordinasi kepala sekolah.
Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa
sekolah itu menyendiri dan melepaskan diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu
tetap bergerak dalam rangka kurikulum resmi yang berlaku akan tetapi berusaha
untuk menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan lingkungannya serta berusaha
untuk meningkatkannya. Ada menyebutnya “kurikulum plus”. Kurikulum resmi hanya
memberikan kurikulum minimal yang diharapkan harus dicapai oleh segenap siswa
di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak dilarang memberi bahan yang lebih
mendalam dan luas bagi anak-anak yang berbakat. Adanya perbedaan antara apa
yang diajarkan disuatu sekolah tidak perlu mempersulit anak pindah sekolah,
selama sekolah itu mengajarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip atau struktur
ilmu, sedangkan isinya secara detail tidak esensial.
c. Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan
staf.
Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami perbaikan
jika mutu guru ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal , dengan
rencana yang lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan.
Pengembangan staf atau staff development lebih tak formal, lebih bebas
disesuaikan dengan kebutuhan guru. Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi
dan menilai dirinya mengajar yang telah divideo-tape. Apa yang dipelajari dalam
inservice dan pengembangan staf hendaknya dipraktikkan.
d. Supervisi
Dahulu penilik sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan
inspeksi dan memberi penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya
dipandang sebagai hari mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan
segala macam tipu muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya
ialah membantu guru mengadakan perbaikan dalam pengajaran. Supervisi adalah
member pelayanan kepada guru untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang
lebih efektif. Bila dirasa perlu penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi
bagaimana melaksanakan suatu metode baru. Seorang penilik sekolah harus
senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern dan
dapat pula menerapkannya. Ialah sebenarnya hulubalang dalam modernisasi
pendidikan.
e. Reorganisasi sekolah
Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak
seluruh cara mendidik di sekolah itu dengan menerima cara yang baru sama
sekali. Hal ini antara lain dapat terjadi bila sekolah itu akan menjalankan
misalnya team teaching , non-grading , metode unit, open school, dan lain-lain
yang memerlukan perubahan dalam semua aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan,
fasilitas , penjadwalan , tugas guru, kegiatan siswa , administrasi, dan
sebagainya. Hal serupa ini akan jarang terdapat di negara kita dewasa ini ,
kecuali bila diadakan eksperimen dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.
f. Eksperimentasi dan penelitian
Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan
dalam pendidikan. Kemajuan komunokasi dan transport membuka pendidikan kita
bagi berbagai pengaruh di bagian lain dunia ini. Cirri kemajuan ialah perubahan
dan perbaikan, juga dalam bidang pendidikan di sekolah. Penelitian atau
research pendidikan belum cukup dilakukan di Negara kita ini. Biasanya
penelitian tidak langsung dapat ditetapkan dan melalui fase yang lama sebelum
diterima secara umum.
Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi,
yakni mencobakan metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru
harus diujicobakan lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko
pembaruan kurikulum tanpa uji coba sangat besar, dapat menghamburkan biaya dan
tenaga yang banyak, tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.
Percobaan metode baru dilakukan secara berkala, antara
lain sekolah pembangunan yang kemudian menjadi PPSI cukup dikenal, sayang tidak
berbekas selanjutnya. Demikian pula CBSA dan “muatan lokal” diuji cobakan
selain percobaan lainnnya.
Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis, sebenarnya
tiap guru pernah mengadakan eksperimentasi. Bila misalnya ada murid yang suka
ribut dalam kelas, menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis,
bahwa dengan pengawasan yang lebih ketat murid itu akan berubah kelakuannya.
Ada guru yan g menganjurkan anak yang ketinggalan agar belajar bersama dengan
murid yang pandai, atau guru memberi tanggung jawab kepada murid yang nakal.
Bila diselidiki boleh dikatakan bahwa tiap guru pernah melakukan percobaan
kecil-kecilan seperti ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan
untuk mengatasinya.
Penelitian adalah cara yang secara sistematis
mengikuti langkah-langkah tertentu untuk memecahkan suatu masalah. Biasanya
guru jarang melakukannya. Yang banyak dilakukan guru ialah percobaan
kecil-kecilan yang kurang sistematis bila ia menyadari adanya masalah yang
dihadapinya dan berniat untuk mengatasinya. Masalah akan timbul, bila guru itu
mengadakan evaluasi tentang pekerjaannya sendiri, dan selain itu peka terhadap
kritik dari dunia luar, melihat kekurangan pendidikan berdasarkan ebtanas atau
evaluasi lainnya, dan umumnya bila merasa kurang puas dengan apa yang
dilakukannya.
Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam
kelas dan dalam hal ini guru memegang peranan yang paling utama. Maka guru
harus lebih menyadari peranannya sebagai pengembang kurikulum.
Bidang 1968, 1975, 1984, 1994,
2004, 2006
1. Konsep
1. Konsep
Kurikulum 1968 berorientasi pada materi pengajaran.
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif
dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO
(Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap
mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi.
Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir
satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan
bahasan memiliki unsur-unsur: Petunjuk Umum, Tujuan Instruksional Umum
(TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), Materi Pelajaran, Alat Pelajaran,
Kegiatan Belajar Mengajar, dan Evaluasi.
Kurikulum 1984 mengusung process
skill approach, yang senada dengan tuntutan GBHN 1983 bahwa pendidikan
harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien
bekerja. Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1975, meski
mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu
kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam
kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat
mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian
penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA).
Kurikulum 1994 adalah seperangkat rencana/peraturan yang menekankan
pada cara belajar siswa aktif secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna
memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
pada cara belajar siswa aktif secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna
memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis
Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi,
diantaranya UU No 2 1999 tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom,
dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK
tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang
merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu
peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai
perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam
bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.
Kurikulum 2006 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara untuk digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar
nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, standar
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilain pendidikan.
2. Tujuan
2. Tujuan
ü Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas
dalam hal daya dan waktu.
ü Menganut pendekatan sistem instruksional yang
dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan
dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
ü Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan
menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan Tujuan
ü Berorientasi kepada tujuan instruksional.
Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam
waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan
efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang
pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
ü Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan
pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan
bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi
kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang
diberikan.
3. Perkembangan Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Pada masa ini dikenal istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap
satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum ini mengusung pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”.
Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Model yang berkembang pada
saat itu dinamakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming
(SAL). Kurikulum 1994 berupaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. yaitu
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah
kesenian, keterampilan daerah, namun yang terjadi adalah pemadatan materi
pelajaran. Kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi (KBK) lebih
menekankan pada penguraian mata pelajaran berdasar kompetensi apakah yang mesti
dicapai siswa Kurikulum yang dikenal sebagai kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) lebih menkenakan hasil belajar pada Standar Isi dan Standar
Kelulusan yang berdasarkan pada Kompetensi dasar siswa.. Sehingga ketercapaian
dalam belajar dilihat s dari seberapa jauh kompetensi yang diperoleh sisa salam
menguasai mata pelajaran. Dalam hal ini sekolah diberikan kebebesan untuk
mengembangkan kurikulum berdasarkan karakteristik sekolah
4. Latar Belakang Sejak Tahun 1969 di Negara Indonesia telah banyak
perubahan yang terjadi sebagai akibat lajunya pembangunan nasional, yang
mempunyai dampak baru terhadap program pendidikan nasional.
Hal-hal yang mempengaruhi program maupun kebijaksanaan
pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah :
- Selama Pelita I, yang dimulai pada tahun 1969, telah banyak timbul gagasan baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
- Adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang digariskan dalam GBHN yang antara lain berbunyi : “Mengejar ketinggalan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembangunan.
- Adanya hasil analisis dan penilaian pendidikan nasional oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan mendorong pemerintah untuk meninjau kebijaksanaan pendidikan nasional.
- Adanya inovasi dalam system belajar-mengajar yang dianggap lebih efisien dan efektif yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
- Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau system yang kini sedang berlaku.
(1) Pada Kurikulum 1968, hal-hal yang merupakan faktor
kebijaksanaan pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional
tersebut belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap
Kurikulum 1968 tersebut agar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang sedang
membangun. (1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke
dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.
(2) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
(3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
(4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
(5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
(6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
b) Pokok Kurikulum 1984 (1) Bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
(2) Bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
(3) Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut. Kebijakan pemerintah memberlakukan kurikulum 2004 didasarkan pada UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 Pasal 36 ayat 2 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah Jis (berhubungan dengan) Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada PP Nomor 25 tahun 2001 Pasal 4 ayat 1 dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan bahwa “Kewenangan pusat adalah dalam hal penetapan tander kompetisi peserta didik dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional sserta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok”.(Depdiknas, 2003:24-25) Berdasarkan hal itu, Departemen Pendidikan Nasional melakukan penyusunan standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di SMU, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan materi pencapaian.
Sesuai dengan undang-undang pendidikan nasional No.20, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengembangkan silabus dan sistem penilaiannya berdasarkan standar nasional. Bagian yang menjadi kewenangan daerah adalah dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar serta instrumen penilaiannya. Meskipun demikian, daerah dapat mengembangkan standar tersebut, misalnya penambahan kompetensi dasar atau indikator pencapaian. Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jajaran pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kretifitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan dan kewarganegaraan.
Menurut Wilson (2003:1) paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi dan penilaian yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau metode mengajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar, yang mencakup ujian, tugas-tugas dan pengamatan. Implkasi penerapan pendidikan berbasis kompetnsi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelengaraan pendidikan adalah dengan diberikannya wewenang kepada sekolah untuk menyusun kurikulum. Hal itu juga mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta Pasal 35 tenang standar nasional pendidikan. Selain itu juga adanya tuntutan globalisasi dalam bidang pendidikan yang memacu keberhasilan pendidikan nasional agar dapt bersaing dengan hasil pendidikan negara-negara maju.
Disentralisasi pengelolaan penddikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi daerah perlu segera dilaksanakan. Bukti nyata dari disentralisasi pengelolaan pendidikan ini adlah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan debgan pengelolaan pendidikan, seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunannya maupun pelaksanaannya di sekolah.
5. Pendekatan Berorientasi pada tujuan
Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.dan
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
(2) Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan kemampuan anak didik.
(3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
(4) Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
(5) Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
(6) Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.
b) Pokok Kurikulum 1984 (1) Bahwa sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang.
(2) Bahwa untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan pentelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan.
(3) Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional maka Kurikulum Sekolah Menengah Umum perlu disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan tersebut. Kebijakan pemerintah memberlakukan kurikulum 2004 didasarkan pada UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP nomor 25 tahun 2000 Pasal 36 ayat 2 tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah Jis (berhubungan dengan) Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pada PP Nomor 25 tahun 2001 Pasal 4 ayat 1 dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dinyatakan bahwa “Kewenangan pusat adalah dalam hal penetapan tander kompetisi peserta didik dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional sserta pedoman pelaksanaannya, dan penetapan standar materi pelajaran pokok”.(Depdiknas, 2003:24-25) Berdasarkan hal itu, Departemen Pendidikan Nasional melakukan penyusunan standar nasional untuk seluruh mata pelajaran di SMU, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan materi pencapaian.
Sesuai dengan undang-undang pendidikan nasional No.20, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengembangkan silabus dan sistem penilaiannya berdasarkan standar nasional. Bagian yang menjadi kewenangan daerah adalah dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar serta instrumen penilaiannya. Meskipun demikian, daerah dapat mengembangkan standar tersebut, misalnya penambahan kompetensi dasar atau indikator pencapaian. Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jajaran pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, keterampilan, kecakapan, kemandirian, kretifitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan dan kewarganegaraan.
Menurut Wilson (2003:1) paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi dan penilaian yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pedagogi yang mencakup strategi atau metode mengajar. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai peserta didik dapat dilihat pada hasil belajar, yang mencakup ujian, tugas-tugas dan pengamatan. Implkasi penerapan pendidikan berbasis kompetnsi adalah perlunya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan peserta didik mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelengaraan pendidikan adalah dengan diberikannya wewenang kepada sekolah untuk menyusun kurikulum. Hal itu juga mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta Pasal 35 tenang standar nasional pendidikan. Selain itu juga adanya tuntutan globalisasi dalam bidang pendidikan yang memacu keberhasilan pendidikan nasional agar dapt bersaing dengan hasil pendidikan negara-negara maju.
Disentralisasi pengelolaan penddikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kondisi daerah perlu segera dilaksanakan. Bukti nyata dari disentralisasi pengelolaan pendidikan ini adlah diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan debgan pengelolaan pendidikan, seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunannya maupun pelaksanaannya di sekolah.
5. Pendekatan Berorientasi pada tujuan
Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang diberikan.
Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan. Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan. Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke kompleks.
Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses adalah pendekatan belajat mengajar yang memberi tekanan kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pelajaran. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaan kegiatan, guru memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.dan
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
6. Ciri – ciri
a) sifat kurikulum Integrated Curriculum Organization,
b) jumlah mata pelajaran berdasarkan tingkatan SD mempunyai struktur program,
yang terdiri atas 9 bidang studi termasuk mata pelajaran PSPB, pelajaran ilmu
alam dan ilmu hayat digabung menjadi satu dengan nama Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), Pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur digabung menjadi satu dengan nama
Matematika. JUmlah mata pelajaran di SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi, c)
penjurusan di SMA dibagi atas 3 yaitu : jurusan IPA, IPS dan Bahasa, penjurusan
dimulai di kelas I, pada permulaan semester II. a) sifat kurikulum content
based curriculum, b) program mata pelajaran mencakup 11 bidang studi, c) jumlah
mata pelajaran di SMP 11 bidang studi, d) jumlah mata pelajaran di SMA-15
bidang studi untuk program inti dan 4 bidang studi untuk program pilihan, e)
penjurusan di SMA dibagi atas 5 (lima) jurusan, yaitu : program A1 (ilmu
fisika), program A2 (ilmu biologi), program A3 (ilmu sosial), program A4 (ilmu
budaya), program A5 (ilmu agama). a) sifat kurikulum objective based
curriculum, b) nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama), c) mata pelajaran PSBP dan keterampilan ditiadakan,
program pengajaran SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran, nama SMA
diganti SMU (Sekolah Menengah Umum), d) program pengajaran di SMU disusun dalam
10 mata pelajaran, e) penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan
dibagi atas tiga jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa, g) SMK
memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG). a) sifat kurikulum
Competency Based Curriculum, b) penyebutan SLTP menjadi SMP, c) penyebutan SMU
menjadi SMA, d) program pengajaran di SD disusun dalam 7 mata pelajaran, e)
program pengajaran di SMP disusun dalam 11 mata pelajaran, f) program
pengajaran di SMA disusun dalam 17 mata pelajaran, g) penjurusan di SMA
dilakukan di kelas II, h) penjurusan dibagi atas 3 jurusan, yaitu : Ilmu Alam,
Ilmu Sosial, dan Bahasa, – Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal.
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
- Terdapatnya tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga silabusnya.
7. Prinsip
- Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
- Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
- Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
- Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
- Terdapatnya tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan hingga silabusnya.
7. Prinsip
(1) Berorientasi pada tujuan.
(2) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
(3) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
(4) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
(5) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
c) Komponen Kurikulum 1975 1. harus berpusat pada siswa yang belajar
2. belajar dengan melakukan,
3. mengembangkan kemampuan sosial,
4. mengembangkan keingintahuan,
5. imajinasi dan fitrah anak
6. mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
7. mengembangkan kreativitas siswa,
8. mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
9. menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dan
10. belajar sepanjang hayat. – Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
- Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
- Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, maka dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip:
(1) keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur;
(2) penguatan integritas nasional;
(3) keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika;
(4) kesamaan memperoleh kesempatan;
(5) abad pengetahuan dan teknologi informasi; (6) pengembangan keterampilan hidup;
(7) belajar sepanjgan hayat;
(8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif; dan
(9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik.
2. Beragan dan terpadu.
3. Tanggap terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan hidup.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(2) Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
(3) Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
(4) Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
(5) Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
c) Komponen Kurikulum 1975 1. harus berpusat pada siswa yang belajar
2. belajar dengan melakukan,
3. mengembangkan kemampuan sosial,
4. mengembangkan keingintahuan,
5. imajinasi dan fitrah anak
6. mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
7. mengembangkan kreativitas siswa,
8. mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi
9. menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dan
10. belajar sepanjang hayat. – Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan masyarakat.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
- Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
- Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
- Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah. Sesuai dengan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini, maka dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi perlu memperhatikan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip:
(1) keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur;
(2) penguatan integritas nasional;
(3) keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika;
(4) kesamaan memperoleh kesempatan;
(5) abad pengetahuan dan teknologi informasi; (6) pengembangan keterampilan hidup;
(7) belajar sepanjgan hayat;
(8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif; dan
(9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik.
2. Beragan dan terpadu.
3. Tanggap terhadap ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan hidup.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.